4.2.14

Perjalanan

Pintu kereta membuka. Aku melangkah turun dan mencabut earphone dari telinga. Menyeberang rel dengan telinga tersumbat renyah suara penyiar radio tak pernah jadi ide yang bagus. Apalagi kali ini, waktu pikiranku melayang-layang tak karuan begini.

Stasiun dalam kampus ini.
Sekarang ada colokan gratis untuk nebeng mengisi batere HP ya.. Ah. Berapa kali dulu kamu bilang "Sampe rumah langsung nge-charge terus ngabarin ya"? Aku lupa, saking tak terhitungnya.

Aku berjalan keluar stasiun. Ada bis kuning melintas menuju halte.
Kejar. Enggak. Kejar. Enggak.
Ah tak usahlah. Kamu saja tak pernah benar-benar mengejarku.
Eh apa sih? Makin ngelantur saja aku ini.

Akhirnya aku duduk di halte, memandangi baliho-baliho di seberang. Ada baliho open recruitment unit kamu. Sampai sekarang kamu masih di sana ya, masih sering pulang pagi karena unit itu. Yah beda alasan sih, dulu pulang pagi karena latihan, sekarang karena rapat. Dulu kita jalan di track yang berbeda di dunia kemahasiswaan, tapi itu justru bikin obrolan kita menarik. Drama-drama di unit kamu sering bikin aku bengong dan intrik-intrik di dunia politik kampus yang kujalani sering bikin kamu geleng-geleng kepala. Dalam banyak hal kita memang bertolak belakang, tapi selama 4 tahun kuliah kita banyak sekali bersenang-senang.

Bis kuning bertanda merah datang.
Aku naik dan duduk di tempat kesukaanku. Pojok kiri belakang.

Bis berjalan. Berhenti di halte pertama, aku menoleh. Berapa kali kamu jalan sendirian malam-malam dari situ sampai kosan kamu? Kurang kerjaan. Ngekos dekat tempat latihan tapi pulang latihan maunya makan di sekitar kosanku. Sampai di kosan, kamu lapar lagi karena jalan kaki.

Bis berjalan terus. Halte ketujuh.
Selalu banyak yang turun dan naik di halte ini. Dulu tak jarang aku termasuk di antara mereka. Pagi-pagi turun di halte ini untuk menuju kosanmu dan menggedor pintu kamarmu kalau kamu tidak bangun waktu kutelepon 45 menit sebelum jam 8.

Akhirnya aku sampai di halte terakhir.
Pemberhentian terakhir bis ini justru tempat permulaan cerita kita. Dua mahasiswa satu fakultas yang duduk di kantin larut malam karena alasan yang berbeda. Sebaris "Ngapain lo jam segini?" berkembang jadi obrolan berjam-jam di banyak malam selama dua tahun, banyak cerita yang terentang selama empat tahun, dan perasaan entah apa yang masih bertahan enam tahun kemudian. Masih bertahan di hatiku dan masih bertahan juga ke-tidak terdefinisikan-nya. Sama tidak terdefinisikannya dengan hubungan kita, meskipun sudah berulang kali aku memancingmu untuk memperjelasnya.

Aku turun dan duduk di kantin.
Dari halte ke halte tadi, isi kepalaku berisik sekali. Meloncat dari satu kenangan ke kenangan yang lain. Bertengkar satu sama lain.

Kali ini kita harus selesaikan.
Tab WhatsApp denganmu masih berisi obrolan kita tadi pagi.
Kuketikkan "Ada yang ngelamar gw. Hari ini kita bisa ketemu?"
 

Blog Template by BloggerCandy.com